Pak SBY dan Pacitan
Rabu, 07 September 2016 09:00 WIBOleh Muhammad Roqib *)
*Oleh Muhammad Roqib
Pacitan seperti negeri dongeng. Negeri di atas awan. Gugusan pegunungan yang indah, pantai-pantai dengan deburan ombak yang indah, dan ribuan gua yang menghampar di Pacitan sungguh memesona. Membuat siapa saja yang singgah di kota kecil ini betah berlama-lama.
Di kota kecil inilah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) presiden keenam RI pernah melewati masa-masa kecil. SBY kecil tinggal di Kelurahan Ploso, Kecamatan/Kabupaten Pacitan.
Rumah SBY dengan model joglo kuno, berbelandar kayu, masih berdiri kokoh di pinggiran Kota Pacitan. Rumah itu jaraknya sekitar 200 meter dari Terminal Pacitan dan sekitar dua kilometer dari Alun-Alun Pacitan.
Pantai Teleng yang eksotis dan indah serta Pelabuhan Tamperan hanya berjarak sekitar satu kilometer dari Alun-Alun Pacitan. Kota ini terbilang kecil dan berada di daerah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Kalau boleh bilang, Kota Pacitan ini seperti sebuah kota kecamatan.
Tetapi di kota kecil inilah lahir seorang calon presiden. Ya Susilo Bambang Yudhoyono. Ia menjadi presiden Indonesia dua periode. Masa-masa kecil hingga remaja ia lewati di kota kecil ini. Kota kecil ini pula yang membentuk kepribadiannya, karakternya.
Suatu ketika di tahun 2010, saya sempat mengobrol dengan Soedjono, kakak sepupu SBY. Kami mengobrol di teras rumah. Di samping rumah itu ada sungai cukup besar dan airnya mengalir jernih.
“Pak SBY dulu masa kecilnya ya di kampung ini ya pak?,” tanya saya membuka obrolan.
“Iya sejak SD hingga lulus SMA, Pak SBY tinggal di rumah joglo kuno itu bersama bibinya, Hajah Watini. Dia dititipkan di rumah bibinya itu lantaran ayahnya, R Soekotjo, bertugas sebagai Danramil sering berpindah tempat. Namun, Hajah Habibah, ibunda SBY, tetap memberikan perhatian besar pada SBY saat itu,” ucap Soedjono bercerita.
“Bagaimana Pak SBY semasa kecilnya di kampung ini, di kota ini?,” tanya saya lagi.
“Saat kecil SBY suka bermain di kota kecil ini. Karena kota kecil, hampir semua orang di kota ini saling mengenal, saling menyapa. Suasana kekerabatan begitu kental. SBY juga suka bermain di pantai, dan suka bermain voly bersama teman-temannya,” ucap Soedjono.
“Bagaimana prestasi di sekolahnya?,” tanya saya lagi.
“Prestasinya cukup baik, ia cukup aktif di sekolah. Suasana kota yang tidak terlalu ramai dan nyaman membuat proses belajar anak sangat baik, tidak terganggu dengan kesibukan atau permainan layaknya di kota besar,” ungkap Soedjono lagi.
“Setelah lulus SMA, pak SBY saat itu memilih berkarier di militer, bagaimana ceritanya,” tanya saya lagi.
“Setelah lulus SMA di Pacitan, SBY muda memang memilih masuk Akabri pada tahun 1973. Pada saat itu, SBY juga mau masuk di ITS Surabaya dan sudah diterima, tetapi pada saat bersamaan ada panggilan Akabri. Ia memilih menempuh belajar dan menempuh karir di militer,” cerita Soedjono.
“Mengapa pak SBY saat itu memilih masuk Akabri, apa ada dorongan dari orang tua, R Soekotjo,” tanya saya lagi.
“Iya memang itu salah satunya, dorongan orang tua juga. Tetapi, saat itu keputusan diserahkan pada SBY mau memilih yang mana. Tetapi, ia akhirnya memilih masuk Akabri,” ucapnya.
Setelah masuk Akabri, karir militer SBY terus melejit. Hingga ia akhirnya menjadi menteri Polhukam pada masa Presiden Megawati Soekarno Putri. Setelah itu, SBY jadi presiden RI dua periode.
Kenangan masa kecil SBY di Kota Pacitan rupanya masih sangat kuat. Pada peringatan detik-detik Proklamasi 17 Agustus 2016, SBY bersama Ani Yudhoyono dan keluarga memilih memperingatinya di Pacitan. Kebetulan, Wakil Bupati Pacitan saat ini, Prayitno, juga teman masa SMP dan SMA SBY.
Menikmati kota kecil Pacitan memang sungguh enak. Pada malam hari, di sekitar Alun-Alun Pacitan itu banyak penjual jadah bakar dan kopi hangat. Menyeruput kopi hangat dan jadah bakar sungguh nikmat. Apalagi, hawa di Pacitan sungguh sejuk dan dingin. Kota kecil yang dikelilingi gugusan gunung dan pantai yang indah itu memang tidak mudah untuk dilupakan.