Buku Jurnalis Berkisah
Belajar dari Perjalanan 10 Jurnalis Muda Inspiratif Indonesia
Kamis, 22 September 2016 21:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
"Jurnalis, Bila melakukan pekerjaannya dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati nurani dunia"
KALIMAT di atas merupakan kutipan dari buku karya Yus Arianto, terbitan Metagraf, Tiga Serangkai, pada Tahun 2012. Kalimat di atas dapat membuat kita tercenung, ketika mengamati dunia pers Indonesia saat ini. Dikisahkan bagaimana 10 jurnalis muda tersebut menyikapi perkembangan perusahaan media, dengan arus informasi yang demikian derasnya.
Buku ini sangat inspiratif dan bermanfaat, terutama bagi yang baru atau sedang menggeluti dunia jurnalistik. Kita bisa belajar banyak dari dari jurnalis seperti Najwa Shihab, Mauluddin Anwar, Tosca Santoso, Telmi Susmitantri, Metta Dharmasaputra, Maria Hartiningtyas, Muhlis Suhaeri, Erwin Arnada, Ramdan Malik dan Linda Christanty.
Satu hal yang begitu dikedepankan dalam setiap kisah mereka adalah keberanian. Bagaimana sejatinya para jurnalis mempertahankan independensinya dalam peliputan berita untuk kepentingan publik. Bagaimana mereka menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam setiap tugas peliputan. Bagaimana mereka mampu membangun keberanian itu lewat perjalanan di dunia pers yang tidak bisa dikatakan singkat.
Sebagaimana salah satu tokoh yang diceritakan penulis, Najwa Shihab, yang kini lebih dikenal masyarakat luas lewat program acaranya, Mata Najwa, di salah satu stasiun TV swasta. Selain menceritakan perjalanan Najwa Shihab dalam menjajaki dunia pers, penulis juga mengisahkan suka duka yang dialami Najwa selama menjalankan program acaranya.
Masing-masing tokoh jurnalis dikisahkan dalam tatanan yang berbeda-beda, berdasarkan kecenderungan yang diusung oleh mereka. Seperti Telni Rusmitantri sebagai redaktur pemberitaan infotainment Cek & Ricek, Metta Dharmasputra yang berhasil membongkar penggelapan dana Asian Agri Group ketika ia menjabat sebagai redaktur desk ekonomi di majalah Tempo.
Di samping itu ada pula Maria Hartiningsih sebagai wartawan Harian Kompas yang lebih banyak mendedikasikan diri untuk aktivitas-aktivitas kemanusiaan. Penulis juga menghadirkan tokoh kontroversial, Erwin Arnada yang sempat masuk penjara selama 2 tahun gara-gara menerbitkan majalah Playboy Indonesia.
Jurnalis merupakan profesi yang memiliki risiko tinggi. Tidak jarang mendapat ancaman dan intimidasi dalam melaksanakan tugasnya. Belum lagi ketika menghadapi tudingan masyarakat yang kadung miring pada oknum jurnalis. Hanya idealisme dan kokohnya panggilan jiwa yang membuat seorang juru berita bertahan dengan profesi tersebut.
Itulah yang membuat buku ini menarik disimak sebagai sebuah teks yang menggambarkan dunia jurnalis, khususnya di Indonesia. Dari sini pembaca akan mengetahui berbagai dinamika yang terjadi di dalamnya. Baik dari konflik internal maupun eksternalnya. (rul/moha)