Catatan dari Kota Seoul
Seoul Yang Terus Berdemo Tetapi Tetap Ramah
Senin, 12 Desember 2016 13:00 WIBOleh Rahmat Junaidi Bojonegoro
Oleh Rahmat Junaidi Bojonegoro
AKHIRNYA pesawat Garuda mendarat di Incheon, bandara Internasional di Seoul, Korea Selatan, yang megah. Pagi itu 5 Desember 2016, saya akhirnya menjejakkan kaki disambut salju halus (ekstrim Bro, di Indonesia/Jakarta 30 derajat celcius, di seoul -3 derajat celcius). Annyeong Haseyo. Selamat Datang.
Selanjutnya dengan bis bandara saya menyusuri tol bandara dengan jalur 10 ruas, tol tanpa macet. Menyusuri pemandangan pagi yang cerah tetapi dingin. Menuju ke Hotel Seoul Plaza di Jantung kota Seoul, nampak suasana pinggir jalan yang bersih dan rapi.
Hotel Seoul Plaza sudah berusia 40 tahun, tetapi tetap berdiri megah dimana ruang lobinya berkesan desainer barat, menunjukkan jejak-jejak Amerika Serikat yang kuat. Hotel ini tepat di depan suatu alun-alun dan di seberangnya adalah City Hall Seoul yang terkenal dan Kantor Wali Kota Metropolitan Seoul yang megah. Seberang hotel terdapat kerajaan Deoksogung.
Saat menuju ke kantor Wali Kota Metropolitan Seoul, saya dihadang oleh beberapa pendemo, yang menurut info media tiap hari Sabtu memenuhi alun alun dan jalan Boulevard Kota Seoul. Mereka kabarnya hendak menjatuhkan Presiden Korsel Park Geun-Hye yang dianggap korupsi dan kolusi. Akan tetapi para pendemo itu tetap ramah, bahkan menawarkan permen Ginseng yang rasanya khas.
Tibalah saat saya menjadi narasumber Konferensi Hak Asasi Manusia Seoul di ruang hall megah yang menampung lebih 500 orang di dalam kantor Wali Kota Metropolitan Seoul. Saya berbicara tentang pembangunan berkelanjutan.
Dalam sesi tanya jawab, ada seorang peserta dari Korea Selatan yang berpendapat, bagaimana bisa pembangunan berkelanjutan jika presidennya korupsi. Karena itu dia menyarankan warga Korsel yang lain untuk bergabung melakukan demo di hari Sabtu.
Setelah hari yang melelahkan, tibalah malam. Saat jantung Kota Seoul yang sibuk tetapi tetap rapi. Kendaraan berjalan teratur tanpa macet dan senyampang mata memandang semua kendaraan bermerk Korea Selatan. Benar-benar cinta negeri sendiri dan sangat jarang menemukan sepeda motor. Saya juga hanya menemukan satu pedagang kaki lima yang berjualan makanan kemasan dan surat kabar atau majalah.
Esoknya, usai acara di SHRCF, dengan kereta subway yang nyaman saya ke pasar legendaris Dongdaemun. Pasar tertata rapi, bahan makanan, bahan sandang, dan alat elektronik. Berjalan melewati bangunan legendaris Great South Gate sebagai gerbang Seoul tempo dulu. Melewati anak sungai Cheonggeocheon yang bersih dan tertata rapi, hingga menuju Mall Doota yang megah.
Saya menuju toko souvenir Korea Arirang yang punya tenaga kerja mahasiswa Indonesia. Saat akan kembali ke hotel terlihat ada keramaian di depan istana Deoksogung. Saya mencoba menyeberang jalan dan melihat, ternyata sedang ada upacara pasukan tradisional di sana.
Selanjutnya dengan membayar 1.000 Won, saya masuk dan melihat Istana Deoksogung, melihat singgasana raja. Di dalam kompleks kerajaan ada gedung bergaya eropa, mungkin tempat mitra kerajaan dari Eropa atau Amerika Serikat jaman dulu.
Tidak terasa malam sudah menjelang dan rasa capek menjalar ke seluruh tubuh. Rupanya butuh istirahat untuk persiapan pulang esok hari. Benar-benar kota yang ramah walaupun warganya banyak yang tidak bisa berbahasa Inggris. Tetapi bahasa isyarat adalah solusinya. Terima Kasih, Kamsahamnida.
Berikut ini tips bepergian saat musim dingin ke Korea Selatan, yakni siapkan fasilitas untuk musim dingin, siapkan uang Won, susun daftar tempat yang akan dikunjungi, pelajari jalur transportasi umum baik bis atau subway, dan cobain makanan khasnya. (*/tap)
*) Penulis adalah Kabid Sosial Budaya Bappeda Bojonegoro
Baca berita: Jadi Wakil Indonesia di Forum HAM Korea Selatan