Buku Sejarah Kecil Karya Rosihan Anwar
Sejarah Tak Melulu Tentang yang Besar
Selasa, 27 Desember 2016 14:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
BUKU ini berisi catatan-catatan mengenai hal-hal di sekitar yang sekilas kecil dan tidak berarti dalam pusaran sejarah. Apalagi bila kita percaya bahwa sejarah adalah catatan mengenai hal besar.
Namun bagi kita yang sadar bahwa sejarah bukan melulu persoalan besar, buku ini tepat untuk dibaca. Atau bagi yang tidak percaya atau tak sadar, buku ini bisa menyembuhkannya.
Buku ini ditulis oleh seorang jurnalis senior bernama Rosihan Anwar. Orangnya sudah meninggal pada 2009 lalu. Dia salah satu orang penting di Persatuan Wartawan Indonesia. Bukunya banyak dan selalu enak dibaca.
Sejarah kecil atau petite histoire adalah peristiwa-peristiwa 'kecil' yang luput dari catatan sejarah 'besar'. Berbagai peristiwa masa lampau di Indonesia yang disajikan dalam buku ini mungkin belum pernah kita dengar atau baca lewat buku teks sejarah. Meskipun tidak tercatat atau dianggap kecil saja, bukan berarti sejarah-sejarah kecil ini tidak menarik. Sebaliknya—setidaknya bagi saya—kisah-kisah kecil yang mengiringi peritiwa “besar” ini malah lebih menarik. Kita mendapat informasi tambahan, atau gambaran yang lebih besar mengenai suatu peristiwa.
Buku Le Petite Histoire ini sebenarnya ada 5 jilid. Di jilid 1 ini Rosihan membaginya ke dalam 13 bab. Setiap bab berisi kisah-kisah kecil, yang beberapa di antaranya berkaitan langsung dengan sejarah 'besar'. Mulai dari cerita mengenai Timor-Timur yang pernah menjadi provinsi ke 27 Indonesia, tapi kemudian menjadi negara berdaulat pada tahun 2002. Pergolakan di Maluku, perjuangan rakyat Aceh, Kudeta Nazi Jerman di Pulau Nias tahun 1942 (ternyata ada ya?), sahabat Prof Snouck Hurgronje di Banten, atau keterlibatan CIA dalam menggulingkan presiden Soekarno (sudah sering dengar sih), dan banyak lagi.
Kisah-kisah yang tidak kalah menarik adalah kehidupan orang-orang Belanda dan Indo tempo dulu. Atau tentang seorang petualang Inggris Michael Hare yang tinggal di Kepulauan Kokos dan mempunyai harem. Catatan-catatan mengenai mereka berasal dari buku sejarah yang ditulis orang Belanda, memoar, atau potongan berita dalam surat kabar yang beredar saat itu; misal, berita mengenai kematian seorang dosen, atau pembunuhan terhadap seorang pekerja seks komersil bernama Fientje de Feniks. Bahkan Pengeluaran sebuah keluarga Indo-Belanda yang bekerja sebagai Staats Spoorwegen (Jawatan Kereta Api) bisa ditelusuri melalui buku catatan pengeluaran keluarga.
Di antara kelebihan buku ini adalah penggunaan bahasa yang ringan dan mudah dicerna, nggak berat atau kesan formal. Barangkali ini karena tangan dingin Rosihan yang sudah malang melintang di dunia jurnalistik sejak Indonesia belum merdeka ini. (her/moha)