Pemkab Bojonegoro Gelar Sarasehan dan Seminar HAM
Selasa, 18 Desember 2018 16:00 WIBOleh Muliyanto
Oleh Muliyanto
Bojonegoro - Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Bojonegoro, pada Selasa (18/12/2018), bertempat di pendapa Kecamatan Dander, menggelar Sarasehan dan Seminar HAM Tahun 2018, yang mengambul tema, Dengan Sarasehan dan Seminar HAM Kita Pelihara Harmonisasi Sosial Dalam Upaya Mendorong Kelancaran dan Pembangunan Untuk Hidup Rukun, Damai Sentosa Dan Makmur.
Turut hadir dalam acara tersebut, Bupati Bojonegoro, Anggota Komisi A DPRD Bojonegoro, Kepala Inspektorat, Dinas P3AKB, Camat Dander, perwakilan senat mahasiswa universitas di Bojonegoro dan perangkat desa se Kecamatan Dander.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Drs Kusbiyanto, dalam sambutannya menyampaikan bahwa HAM itu penting karena merupaka Hak Asasi Manusia yang menjadi hak dasar sejak lahir sampai meninggal.
“HAM yang berkaitan dengan hak politik, keamanan, kesehatan dan pendidikan merupakan prioritas.” tuturnya.
Kusbiyanto memberikan contoh, bahwa di Bojonegoro terdapat 96 kasus orang dengan HIV, mereka juga memiliki hak untuk mendapat pelayanan. Siapapun tidak bisa mengucilkan sekelompok, orang karena memiliki riwayat kesehatan yang menjadi momok bagi masyarakat.
“Mereka tetap memiliki hak-hak dasar bagi manusia. Demikian pula kaitannya dengan kekerasan anak dan perempuan, bagaimana mereka bisa memiliki hak yang sama dalam mendapatkan apa yang menjadi hak mereka.” katanya menambahkan.
Selain itu, lanjut Kusbiyanto, kaitannya dalam pembangunan, bahwa ujung tombak dalam pembangunan adalah desa. Di mana desa memiliki data-data yang dibutuhkan pemkab untuk mengambil kebijakan.
“Keputusan yang diambil Bupati Bojonegoro untuk membangun daerah pinggiran sudah sangat tepat. Karena mereka yang berada di daerah pinggiran memiliki hak yang sama dengan penduduk yang berada di kota.” tuturnya.
Bupati Bojonegoro, Dr Hj Anna Muawanah mengawali sambutannya menyampaikan bahwa Kabupaten Bojonegoro menduduki rangking ke-3 di Jawa Timur dalam penggunaan DIPA.
Lebih lanjut Bupati menya,mpaikan bahwa perubahan tolak ukur HAM, salah satunya adalah pelayanan kepada masyarakat, seperti pelayanan kesehatan. Menurut Bupati.
“Saat ini kita telah mengambil tenaga honorer dari pegawai magang, yang sebelumnya membantu pelayanan kesehatan tanpa dibayar.” kata Bupati
Dalam pelayanan, lanjut Bupati, ke depan akan lebih difokuskan ke daerah-daerah yang masuk ke dalam ring tiga atau daerah terluar di Bojonegoro.
“Kita harus bisa membuat program yang langsung menyasar ke daerah-daerah tersebut. Selain itu juga perlu penguatan institusi vertikal seperti TNI, untuk melakukan TMMD atau Baktikarya ke daerah-daerah tersebut.” kata Bupati.
Bupati juga mengungkapkan bahwa kenapa HAM tidak jalan, menurutnya karena demokrasi tidak jalan. Salah satunya adalah tidak jalannya demokrasi di tingkat bawah, yang merupakan ujung tombak pelayanan. Dan di negara-negara miskin, jumlah kemiskinannya semakin akut karenan demokrasinya tidak jalan.
“Jumlah angka kemiskinan di Bojonegoro tahun 2018 turun 1,48 persen. Pemkab akan mencanangkan angka kemiskinan turun antara 1,5 hingga 2,5 persen setiap tahunnya” ucap Bupati.
Masih menurut Bupati, bahwa dalam penggunaan anggaran harus tepat guna, tepat sasaran, dan akuntabel. Pemerintah akan mengundang BPK untuk mengaudit, sehingga dalam penggunaan anggarannya bisa benar-benar akuntabel.
“Diharapkan di Bojonegoro ini bisa mengejawantahkan Revolusi Mental Presiden RI yaitu hidup sehat, penggunaan anggaran harus efisien, tepat guna dan tepat sasaran.” kata Bupati menambahkan.
Permasalahan HAM yang utama adalah pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, akses ekonomi. Menurut Bupati, salah satu dinamika HAM adalah adanya kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin.
“Sehingga para kepala desa harus bisa mendata masyarakatnya tanpa memandang mereka untuk selanjutnya dibuatkan kebijakan yang bersifat langsung ke masyarakat.” tuturnya.
Di akhir sambutannya, Bupati menyampaikan bahwa untuk meminimalisir kesenjangan HAM, baik birokrasi, para politisi DPR-RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten atau Kota, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, termasuk kepala desa, harus bisa memberikan pelayanan yang maksimal yang ditopang dengan sumberdaya yang dipilih.
“Ke depan, kegiatan sarasehan dan seminar HAM harus diadakan didaerah-daerah yang masuk daerah pinggiran. Jangan di kota saja, karena mereka lebih membutuhkan informasi ini ketimbang mereka yang ada di kota.” pungkas Bupati dalam sambutannya.