Tolong Menolong Meringankan Sesama
Jumat, 26 Juli 2019 09:00 WIBOleh Roli Abdul Rokhman SAg MPd.I Editor Imam Nurcahyo
HIDUP itu bagaikan sebuah bangunan, yang saling menopang antara unsur yang satu dengan unsur yang lainya, karena itu setiap muslim harus memiliki kesadaran penuh dan kepekaan yang tinggi untuk selalu membantu dan memuliakan sesamanya, agar hidup yang dijalaninya bermanfaat dan membawa kemuliaan.
Sebagaimana Hadits Nabi Muhammad SAW: Orang mukmin itu bagi orang mukmin lainya, seperti sebuah banguan yang saling memperkokoh lainya. Kemudian Rasulullah menganyamkan jari-jemarinya. (HR Bukhori Muslim, Turmudzi).
Sebidang dinding yang berdiri tegak sendiri adalah lemah, namun apabila disambungkan dengan dinding lainya, maka akan menjadi sangat kuat. Inilah gambaran antara mukmin satu dengan lainya, maka antara orang mukmin satu dengan lainya harus saling membantu, menolong, menopang dan sama-sama memikul beban untuk kemaslahatan mereka bersama.
Sebagaimana Allah menganjurkan dalam firmanya: Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Perpecahan ataupun saling merendahkan bukanlah menjadi semangat yang terkandung dalam keimanan seseorang. Agama tidak menganjurkan unsur-unsur yang mengajarkan perpecahan, saling merendahkan antara sesama manusia ataupun usaha-usaha yang menghalangi ataupun menggagalkan.
Saling membantu merupakan kekuatan bagi orang-orang muslim dan sebagai senjata persatuan yang menyatukan tangan satu dengan lainya, dan menjauhkan perselisihan serta permusuhan.
Sebagaimana isyarat Allah dalam Al-Quran: Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu, ketika kamu dahulu masih jahiliah bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakan diantara kamu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.
Ayat ini telah memberikan isyarat bahwa setiap mukmin memiliki kewajiban untuk membangun kerjasama ataupun tolong menolong dengan sesamanya. Karena hal ini akan memberikan manfaat dalam melindungi setiap muslim dari semua behaya yang mengancamnya, dan akan mengantarkan setiap muslim mewujudkan kehidupan yang bahagia dan harmonis dalam menjalani kehidupan, di bawah lindungan dan bimbingan Allah SWT.
Kewajiban terhadap orang lain itu merupakan sikap perhatian dan saling membantu dengan kemampuan yang ada. Dalam hal ini Al-Quran walaupun menganjurkan sumbangan sukarela dan menekankan keinsafan pribadi, namun dalam beberapa hal Kitab Suci ini menekankan hak dan kewajiban baik melalui kewajiban zakat yang merupakan hak delapan kelompok yang telah ditetapkan (QS. At-Taubah: 60) maupun melalui infaq, sedekah wajib yang merupakan hak bagi yang memintanya atau yang tidak namun membutuhkan bantuan.
Sebagaimana firman-Nya: Dalam harta mereka ada hak untuk (orang miskin yang meminta) dan yang tidak berkecukupan (walaupun tidak meminta) (QS. Al-Dzariyat 51:19).
Hak dan kewajiban tersebut mempunyai kekuatan tersendiri karena keduanya merupakan keharusan kepada yang berkewajiban untuk melaksanakannya. Bukan hanya keharusan yang tumbuh dari lubuk hatinya tetapi juga atas dasar bahwa pemerintah dapat tampil memaksakan pelaksanaan kewajiban tersebut untuk diserahkan kepada pemilik haknya.
Dalam konteks inilah Al-Quran menetapkan kewajiban membantu keluarga dan kewajiban setiap individu untuk dapat membantu anggota masyarakatnya. Boleh jadi karena satu dan lain hal agar seseorang tidak mampu memperoleh kecukupan untuk kebutuhan pokoknya, maka dalam hal ini Al- Quran menegaskan kewajiban memberi nafkah kepada keluarga atau dengan istilah lain jaminan antar satu rumpun keluarga sehingga setiap keluarga harus saling menjamin dan mencukupi.
Sebagaimana firman Allah: Dan berikanlah kepada keluarga dekat haknya, juga kepada orang miskin, dan orang yang berada dalam perjalanan. (QS. Al-Isra: 26).
Ayat ini menggaris bawahi adanya hak bagi keluarga yang tidak mampu terhadap yang mampu. Bahkan memberi nafkah kepada anak cucu atau ayah dan kakek merupakan kewajiban walaupun mereka bukan muslim.
Islam menganjurkan sikap persamaan hak, pengertian dan penghargaan serta pelayanan yang tidak mengenal perbedaan di antara sesama manusia.
Allah swt telah menyinggung pengajaran ini dalam Surat Abasa ayat 1-11 sebagai berikut: Dia (Muhammad) bermuka masam karena didatangi oleh salah seorang yang buta. Tahukah kamu barangkali dia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia ingin mendapat pengajaran lalu pengajaran itu bermanfaat baginya. Adapun orang yang kaya, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada dosa atasmu karena dia tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan segera (untuk mendapat pengajaran) dan dia takut kepada Allah, maka kamu melupakannya tidak menghiraukannya. Jangan sekali bersikap demikian karena sesungguhnya ajaran Allah adalah suatu peringatan. (QS Abasa: 1-11).
Isyarat Al-Quran ini mengandung makna dan pengajaran agar setiap muslim memberikan pelayanan yang baik kepada sesama muslim tanpa membedakan status sosialnya ataupun keadaan fisiknya. Tidak boleh membedakan orang kaya dan miskin ataupun rakyat jelata dengan penguasa yang berpangkat tinggi dan sesama muslim lebih diutamakan daripada orang yang beragama lain.
Maka dalam ayat ini semakin tegas posisi setiap muslim di hadapan sesama manusia atau di hadapan Allah SWT. Maka sesungguhnya yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainya hanyalah kualitas ketaqwaan yang dimiliki seseorang.
Untuk dapat mencapai kemuliaan amal saleh, maka setiap orang harus terus berjuang untuk menutup pintu hati dari semua godaan setan yang terkutuk, sehingga setan tidak bisa lagi masuk menggoda manusia.
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat untuk meneguhkan komitmen dalam menjalani segala ketaatan dalam beragama, mencerdaskan, mencerahkan dan membawa kebahagiaan dan menambah kemuliaan dalam menjalani hidup dengan nilai kebenaran, kebaikan dan keberkahan.
Jadilah orang yang selalu rela dalam menjalani takdir, sabar menghadapi ujian dan bahagia dalam menikmati kehidupan.
Barokallaahu Fiikum (*/imm).
Penulis: Roli Abdul Rokhman SAg MPd.I, Presidium Majelis Dakwah KAHMI Kabupaten Bojonegoro.
Ilustrasi: Gambar tangan (Foto Pixabay)