Halaqah RMINU Jatim di Bojonegoro, Menjaga Nyala Pesantren di Tengah Gempuran Zaman
Kamis, 11 Desember 2025 10:00 WIBOleh Tim Redaksi
Bojonegoro - Puluhan pengasuh pondok pesantren dan pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) se-Jawa Timur berkumpul di halaman Pondok Pesantren Al-Fatimah, Desa Sukorejo, Kabupaten Bojonegoro, pada sore hari Minggu (07/12/2025) lalu.
Mereka menggelar halaqah membahas topik penting terkait pesantren, yaitu bagaimana pesantren tetap menjadi “rumah” yang hangat sekaligus relevan di tengah dunia yang berubah terlalu cepat.
Prof Dr KH M Noor Harisudin, kiai sekaligus akademisi yang dikenal kerap bicara apa adanya itu naik ke mimbar kecil di tengah halaqah. Dengan suara yang pelan tapi menggetarkan, beliau mengingatkan lagi hakikat pesantren yang sering terlupakan.
“Pesantren itu lahir dari denyut nadi umat, bukan dari perintah birokrasi. Ia hadir untuk menanamkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, menumbuhkan akhlak yang luhur, dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Cara pesantren mencapai tujuan itu ya dengan pendidikan, dakwah, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat — semuanya dalam bingkai NKRI yang kita cintai,” tutur Pengasuh Pesantren Darul Hikam Mangli ini.
Beliau lalu menegaskan satu hal yang membuat semua yang hadir mengangguk pelan, yaitu bahwa kekhasan setiap pesantren harus dijaga mati-matian.
“Jangan sampai gara-gara mengejar standar nasional, kita justru kehilangan aroma sorogan, bandongan, cium tangan kepada kiai, dan hukuman pendidikan yang penuh kasih sayang. Itu semua adalah DNA kita. Titik ini harus masuk dalam RUU Sisdiknas yang baru,” tegasnya.
Pergeseran Nilai Pesantren dan Tantangan Perubahan
Prof Haris menyoroti tentang pergeseran nilai yang terjadi begitu cepat. Pesantren harus tanggap dan peka terhadap tantangan-tantangan kekinian yang ada di masyarakat.
“Dulu santri mencium tangan kiai adalah tanda bakti, sekarang bisa dikait-kaitkan dengan pelecehan. Dulu santri nakal dipukul rotan satu-dua kali demi pembinaan, sekarang langsung dilabeli kekerasan anak. Dulu santri gotong royong ngecor masjid sampai tengah malam adalah ibadah, sekarang bisa dituduh eksploitasi tenaga anak,” keluhnya sambil tersenyum getir.
Haris melanjutkan, kenyataan itu bukan lantas berarti bahwa pesantren itu menolak perubahan. Tapi pesantren harus punya keberanian menciptakan fikih baru yang tetap berakar pada tradisi Ahlussunnah wal Jamaah, sekaligus menjawab tantangan zaman.
Bayang Gelap Kekerasan Seksual
Nada bicara Prof Haris berubah serius saat menyentuh isu kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Mengutip data Komnas Perempuan 2020–2024, beliau menyebut ada 97 kasus terlapor — 17 di antaranya terjadi di pesantren.
"Ini baru yang muncul ke permukaan. Banyak korban memilih diam karena takut, malu, atau karena pelaku adalah orang yang selama ini mereka hormati,” ujarnya lirih.
Haris menggarisbawahi bahwa RMINU harus jadi garda terdepan dalam pencegahan. Mulai dari pelatihan pengasuh, penyusunan kode etik yang jelas, hingga membuka saluran pengaduan yang benar-benar aman bagi santri.
Di sesi lain, KH Abd Halim Soebahar, Ketua LPPD Jatim, memberikan angin segar untuk pesantren.
"Kami membuka pintu lebar-lebar bagi RMINU untuk ikut menyeleksi penerima beasiswa LPPD. Sudah lebih dari 4.000 santri dan alumni pesantren yang kami berangkatkan — dari Al-Azhar Mesir sampai S3 di berbagai negara,” ungkapnya bangga.
Beliau juga berharap RUU Sisdiknas yang baru benar-benar menempatkan pesantren pada posisi yang terhormat dan strategis.
“Pesantren bukan lagi pinggiran pendidikan nasional. Ia adalah jantungnya. Kualitasnya harus terus naik, tapi ruh keislaman dan keindonesiaannya jangan sampai luntur,” jelasnya.
Halaqah ditutup dengan doa dan foto bersama. Para peserta halaqah pulang membawa tekad yang sama, yaitu pesantren harus terus menyala. Bukan dengan menutup diri dari dunia, tapi dengan membuka hati dan akal — tetap memegang tradisi erat-erat, sambil berani menjawab tantangan baru. Karena pesantren bukan hanya warisan masa lalu.
Ia adalah harapan masa depan bangsa yang terus dijaga, dari generasi ke generasi.(red/toh)






























.md.jpg)






