Bupati Resmikan Dimulainya Program SDGs di Bojonegoro
Rabu, 23 Maret 2016 11:00 WIBOleh Mulyanto
Oleh Mulyanto
Kota - Bupati Bojonegoro Drs H Suyoto MSi meresmikan dimulainya program Sustainable Development Goals (SDGs) di Kabupaten Bojonegoro, Selasa (22/03) kemarin. Peresmian ditandai dengan pemukulan gong di Ruang Andrawina, Hotel Aston Bojonegoro. Tampak mendampingi bupati, perwakilan dari World Bank Edgardo, Wakil Bupati Bojonegoro Drs H Setyo Hartono, Wakil Bupati Trenggalek Moh Arifin, dan petugas SDGs Indonesia Zumrotin K Susilo.
Bupati Suyoto dalam paparannya menyampaikan, sebenarnya tidak ada daerah miskin, yang ada adalah daerah yang salah urus. Dia menjelaskan, potensi yang dimiliki Bojonegoro meliputi beberapa sektor, antara lain 44 persen wilayah hutan, sumber daya air 717.877.000 meter kubik, lahan produktif mencapai 78.000 hektare dengan tingkat produktivitas 1,5 juta ton padi, serta populasi ternak sapi 169.639 ekor.
"Selain itu, potensi lain dari Bojonegoro adalah merupakan penghasil minyak dan gas nasional yang mencapai 650 juta barrel dan gas 6 TCF. Hasil migas ini merupakan 20 persen dari cadangan nasional," tutur Bupati.
Lebih lanjut, dikatakan, solusi yang diupayakan Pemkab dalam mengatasi semua problem di tengah masyarakat adalah melalui 6 pilar pembangunan berkelanjutan dan elemen transformasi. Elemen itu meliputi visi, strategi, pengaturan, manajemen operasional, budaya dan spiritual niat.
Bupati berharap, melalui RAAP-Id World Bank ini bakal meningkatkan pelayanan kesehatan ibu hamil dan bersalin untuk menekan angka kematian ibu, perbaikan mutu pendidikan guna meningkatkan angka partisipasi sekolah SMA sederajat, serta perbaikan pelaksanaan perizinan.
Peningkatan pelayanan publik di Kabupaten Bojonegoro diwujudkan melalui Gerakan Desa Sehat dan Cerdas, Gerakan Ayo Sekolah, dan Sagasih. Apresiasi anak, yakni melalui DAK pendidikan untuk siswa SMA sederajat yakni senilai Rp 500.000 di tahun 2015 dan Rp 2 juta per siswa di tahun 2016.
"Hal ini dalam upaya menekan angka drop out dan meningkatkan mutu belajar mengajar. Hal lain adalah dengan dikeluarkannya Perbup No. 15 Tahun 2015 tentang Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal," terang Suyoto.
Pada kesempatan yang sama, Edgardo, wakil dari World Bank, mengungkapkan, Indonesia adalah negara yang sedang tumbuh, namun tantangan dalam penyediaan layanan publik masih banyak. Di antaranya 55 juta penduduk Indonesia tidak memiliki akses listrik, 90 juta penduduk tidak memiliki akses air bersih, dan 13 juta anak masih kurang gizi.
Belum lagi Angka Kematian Ibu yang masih 190 per 100.000 kelahiran hidup. Dalam masalah ini, Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara berpendapatan menengah di Asia. "Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan Sustainable Development Goals dapat dilakukan melalui pendekatan reformasi berbasis masalah spesifik atau reformasi secara menyeluruh," ujarnya.
Dia menjelaskan, RAAP-Id merupakan diagnostik implementasi kebijakan, program, dan prosedur administratif terkait dengan gap pembangunan di wilayah tertentu. Rencana aksi nanti merupakan rencana yang berisikan tindakan dengan urutan tertentu untuk melaksanakan reformasi dan dengan memperhitungkan konteks ekonomi politik dari pemerintahan daerah tersebut.
Pada akhir sambutannya, Edgardo menyampaikan pelajaran yang bisa dipetik dari RAAP-Id di Bojonegoro adalah perbaikan layanan publik. Layanan publik ini merupakan masalah kompleks yang membutuhkan keterlibatan multi sektor dan pemerintah berbagai tingkat.
"Pada sisi supply, pemerintah daerah perlu memastikan bahwa semua mata rantai dalam produksi layanan publik berjalan baik dan kualitasnya baik pula. Pendekatan seperti RAAP-Id dapat membantu mereview apakah mata rantai layanan berjalan baik dan bangunan program sejalan dengan praktek terbaik berbasis data dan bukti," tandasnya. (mol/tap)