Darurat Kekerasan Seksual, Ibu Obatnya
Rabu, 01 Juni 2016 08:00 WIBOleh Linda Estiyanti *)
Oleh Linda Estiyanti*
BELAKANGAN ini semakin banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Mulai Januari sampai akhir Mei 2016 saja kurang lebih ada enam kasus kekerasan seksual yang terjadi dan terekspos ke media. Bayangkan saja di luar sana ada berapa kasus yang ditutup dan dianggap sebagai sebuah aib yang tidak perlu dilaporkan ke kepolisian.
Kasus-kasus tersebut di antaranya mulai dari kekerasan seksual yang dialami gadis remaja (anak baru gede) berstatus pelajar dari kekasihnya, (baca : Hamili Gadis ABG, Seorang Pemuda Gayam Diamankan), Ayah kandung setubuhi anaknya (Baca : Awalnya Mau Memarahi Malah Menyetubuhi) hingga yang terbaru kemarin adalah ayah tiri yang tega menyetubuhi anaknya yang masih duduk di bangku SD (Baca : Ayah Tiri Bejat Setubuhi Anak/ kapas). Dan yang perlu diperhatikan, dari keenam kasus tersebut seluruhnya terjadi pada anak di bawah umur.
Rentetan kasus yang terjadi tersebut tentu saja masih hangat di telinga kita. Sangat miris ketika hal demikian terjadi di Bojonegoro yang beberapa waktu lalu dideklarasikan sebagai Kabupaten Layak Anak dan Kabupaten Welas Asih. Tentu saja kita tidak bisa menghakimi bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro gagal dalam mewujudkan cita-cita mulianya. Akan tetapi perlu kita maklumi bahwa cita-cita semulia apapun tidak akan berhasil tanpa kesadaran beberapa pihak.
Dalam hal ini, fokus tulisan saya bukan pada kasus-kasus yang sudah terjadi atau kiprah Pemkab Bojonegoro dalam menanggulangi kasus kekerasan seksual tersebut. Karena menurut saya, perhatian akan kasus kekerasan seksual ini menjadi tanggung jawab semua pihak. Pemerintah, DPRD, aparat penegak hukum, pendidik, kiai, lembaga/ organisasi masyarakat lainnya hingga keluarga dan orang-orang umum yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Melindungi anak dan perempuan dari kekerasan seksual adalah tanggung jawab bersama.
Sederhana saja, yang ingin saya coba bahas kali ini adalah tentang apa itu kekerasan seksual pada anak, apa yang menjadi sebabnya dan bagaimana bisa menghindarkan anak dari kekerasan seksual? Apa saja yang bisa kita lakukan untuk melindungi anak dari kekerasan seksual sejak dini? Semoga tulisan ini bisa bermanfaat.
Apa itu Kekerasan Seksual?
Kekerasan seksual pada anak adalah segala tindakan seksual terhadap anak termasuk menunjukkan alat kelamin ke anak, menunjukkan gambar atau video porno, memanfaatkan anak untuk hal berbau porno, memegang alat kelamin, menyuruh anak memegang alat kelamin orang dewasa, kontak mulut ke alat kelamin atau penetrasi vagina atau anus anak, baik dengan cara membujuk maupun memaksa. Ini yang harus dipahami oleh orang tua.
Pembaca, kita tentu paham bahwa kekerasan seksual terhadap anak sekarang sudah menjadi ancaman yang serius. Kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja, baik terhadap anak lelaki atau pun anak perempuan. Pada kebanyakan kasus kekerasan seksual, pelaku merupakan orang-orang dari lingkungan terdekat seperti tetangga atau teman bermain anak, bahkan tempat yang dianggap paling aman, yakni keluarga dan sekolah juga rentan terhadap kekerasan seksual.
Dampak kekerasan seksual sangat besar terhadap psikologis anak, karena mengakibatkan emosi yang tidak stabil. Anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual akan mengalami sejumlah masalah seperti: kehilangan semangat hidup, membenci lawan jenis, dan punya keinginan untuk balas dendam; bila kondisi psikologisnya tidak ditangani secara serius.
Dari rentetan kejadian di atas, tentu pengaruhnya atas anak-anak bisa menghancurkan psikososial dan tumbuh kembangnya di masa depan. Tindakan pencegahan, pendidikan seksual dan pemberian informasi tentang permasalahan kekerasan seksual sejak sedini mungkin diharapkan dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual.
Apa sebab terjadinya?
Sebelum berbicara tentang bagaimana melindungi anak dari kekerasan seksual, mari kita coba analisa tentang hal-hal yang mungkin menjadi sebab terjadinya kekerasan seksual pada anak :
- Anak kecil innocent (polos) dan tak berdaya
Anak-anak selalu dianggap lemah dan mudah ditipu. Apalagi, jika harus berhadapan dengan orang-orang dewasa, terutama orang tua. Itu sebabnya, kekerasan seksual banyak dilakukan oleh bapak, paman, kakek, guru, atau tetangga dekat. Seharusnya orang tua memastikan orang-orang dewasa itu aman dengan anak kita yang lemah. - Rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku
Moralitas dan mentalitas yang rendah dari mereka, orang terdekat itu, juga memicu munculnya kekerasan seksual. Moralitas dan mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku tidak dapat mengontrol nafsu atau perilakunya. Oleh karena itu, kita juga perlu mempertimbangkan poin ini ketika meninggalkan anak dengan seseorang yang kemungkinan moralitas dan mentalitasnya rendah. - Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental atau gangguan tingkah laku
Anak dengan kondisi berkebutuhan khusus (ABK) rupanya juga bisa menjadi salah satu sebab banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak. Anak-anak penyandang cacat ini menjadi sasaran empuk bagi pelaku penyimpangan seksual, sebab beberapa faktor yang dianggap menguntungkan karena pada anak-anak penyandang cacat biasanya sudah merencanakan niatnya itu dengan memperhitungkan berbagai faktor, yakni keamanan pada saat melakukan dan lemahnya bukti yang bisa dicari karena korban masih anak-anak atau penyandang cacat. - Kurang adanya perhatian dari Ibu
Tidak bermaksud mengeneralisasikan poin ini, akan tetapi analisa ini bisa saja menjadi hal penting dari berbagai analisa di atas. Ibu, dalam hal ini sebagai orang tua, tentu mempunyai peran penting dalam melindungi anak dari ancaman kekerasan seksual. Sehingga perhatian ibu kepada anak, baik lelaki maupun perempuan harus menyentuh ruang sensitif ini. Ibu harus memahami tumbuh kembang fisik dan psikis anak. Kenapa ibu? Karena ibu adalah lentera hidup anak. Sederhananya, sampai saat ini tidak ada laporan kejadian ibu melakukan kekerasan seksual pada anaknya atau anak orang lain. Berbeda dengan bapak yang mudah berkata khilaf dengan kemungkinan terburuk menjadi pelaku kekerasan seksual pada anaknya sendiri.
Nah, itu mungkin beberapa analisa sebab dapat terjadi kekerasan seksual. Menurut saya, dari keempat poin sebab yang dipaparkan, ada satu ORANG yang dapat dijadikan GOLDEN KEY (kunci emas) untuk menutup segala tindak kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kita. Orang itu adalah yang dirasa paling tahu dan mengerti tumbuh kembang dan kebutuhan anak. Baik anak usia 0-17 tahun, orang itu tahu segalanya. Orang itu adalah matahari. Orang itu mempunyai tangan yang halus untuk membesarkan anak. Orang itu adalah lentera. Ibu? Benar, orang itu adalah Ibu.
Ibu memegang peran penting dalam mewujudkan perlindungan anak dari kekerasan seksual. Tentu saja. Saya kira kebanyakan pembaca sepakat. Sehingga berangkat dari titik ini, berikut ada beberapa upaya yang dapat dilakukan IBU untuk melindungi anak dari ancaman kekerasan seksual :
- Tumbuhkan keberanian pada anak
Ajarkan kepada anak Ibu, jika dia diperlakukan tidak baik oleh seseorang, dia harus berani menolak. Dia harus berani melaporkan ancaman tindakan kekerasan kepada orang yang dapat melindunginya, seperti orang tua, petugas keamanan, guru di sekolah, polisi, dll. Ajarkan anak-anak jangan takut jika diancam seseorang atau diiming-imingi imbalan tertentu. - Memberikan pakaian yang tidak terlalu terbuka
Untuk menghindari tindakan yang tidak diinginkan terjadi pada anak kita. Tidak ada salahnya Ibu memberikan pakaian yang sopan dan tertutup. Karena bisa jadi pakaian yang terbuka akan semakin menarik perhatian para pelaku kejahatan seksual pada anak. - Memperkenalkan fungsi organ intim
Hal yang tidak kalah penting adalah, memberikan pengertian mengenai organ intim kepada anak. Berikan pengertian bahwa organ intim adalah privasi yang tidak boleh orang lain mengetahuinya. Ajarkan pula mengenai hak privasi yang harus dimiliki oleh anak-anak. - Mengajarkan nilai-nilai agama
Nilai-nilai keagamaan perlu ditanamkan untuk menumbuhkan semangat tanggung jawab pada pribadi anak. Banyak hal positif yang dapat diambil dari mengajarkan nilai-nilai keagamaan. Seperti keadilan, kejujuran, kedisiplinan, respect terhadap kebaikan dan berani menolak kejelekan. - Jalin komunikasi dengan anak
Meski mungkin Ibu sibuk dengan kegiatan di luar, upayakan tetap menjalin hubungan komunikasi senyaman mungkin dengan anak. Orang tua adalah tempat pengaduan segala keluh kesah anak, dalam hal ini Ibu. Minta anak supaya terbuka mengenai segala aktivitas yang telah dikerjakan. Jadilah orang tua yang siap menjadi tempat curahan hati bagi anak.
Nah, semoga hal diatas bermanfaat. Sekali lagi darurat kekerasan seksual pada anak menjadi tamparan bagi kita para perempuan, khususnya para Ibu. Mari Ibu, menjadi "obat" dan bersama menghentikan kekerasan seksual yang terjadi pada anak! (lyn)
*Penulis adalah aktivis perempuan dan mahasiswa semester 8 Pendidikan Bahasa Inggris IKIP PGRI Bojonegoro
Ilustrasi www. psikologi.uin-malang.ac.id