Bulan Puasa yang Syahdu
Kamis, 09 Juni 2016 08:00 WIBOleh Muhammad Roqib *)
*Oleh Muhammad Roqib
Tidak terasa sekarang memasuki bulan puasa lagi. Bulan yang syahdu, bulan penuh ampunan, bulan segala amalan dilipatgandakan. Bagi beberapa orang bulan puasa adalah waktu yang baik untuk mendekatkan diri pada Ilahi, mempertebal iman, dan memperkaya spiritualitas. Lihat saja, di lorong-lorong masjid dan surau orang dengan takzim membaca Alquran bertadarus di pagi, siang, sore, dan malam. Rasanya kesempatan untuk melipatgandakan pahala tidak mau dilewatkan. Seorang Kiai di kampung saya pernah bilang kalau pahala itu ditunjukkan secara nyata maka orang-orang akan berbondong-bondong mencari pahala itu. Nah, bulan puasa ini bukan hanya spiritual saja yang bekerja tetapi juga lahiriyah yakni menahan lapar dan dahaga, itu yang membuat orang ingin memperbanyak pahala dan mendekat pada Ilahi.
Suasana bulan puasa di kampung dan di kota tidak jauh berbeda. Cuma godaan di kota tentu lebih berat ketimbang di kampung. Di kota aktivitas orang bekerja, perdagangan, perkantoran seolah tiada berhenti. Jalan raya tetap saja macet, apalagi mendekati Lebaran orang akan ramai berjubel di pusat perbelanjaan. Warung-warung makan di tepi jalan juga masih banyak yang buka meski pun ditutup kelambu.
Suasana bulan puasa di kampung lebih tenang. Suara anak-anak yang mengaji Alquran terdengar merdu dari surau-surau di kampung. Malam hari, orang-orang akan berduyun-duyun mengikuti salat tarawih. Sudah biasa pula pada awal bulan puasa seisi surau akan penuh jamaah yang ikut salat tarawih. Namun, di tengah puasa hingga akhir, barisan jamaah yang ikut tarawih akan berkurang hingga tinggal satu atau dua baris saja.
Anak-anak juga riang setiap kali memasuki bulan puasa. Malam hari mereka akan tadarus di surau. Hidangan makanan dan minuman yang dibawakan oleh warga sekitar merupakan kenikmatan tersendiri. Selepas tadarus, anak-anak itu tidur di surau berselimut sarung dan berbantal peci. Menjelang sahur, mereka sudah bersiap-siap keliling kampung membawa kentongan bambu dan jeriken bekas. Berkeliling kampung sambil mengajak penduduk sahur merupakan keasyikan tersendiri.
Kesibukan ibu-ibu lain lagi. Sejak pagi mereka sudah berbelanja di pasar. Selalu ada menu tambahan yang disuguhkan saat buka puasa seperti misalnya kolak, es cao, dan sebagainya. Mendekati Lebaran, kesibukan ibu-ibu akan bertambah. Mereka sibuk membelikan baju untuk anak-anaknya, menyediakan kue dan jajanan Lebaran. Dan yang mau mudik Lebaran tentu saja sudah jauh hari dipikirkan biaya untuk mudik dan barang apa saja yang mau dibawa.
Setelah berpuasa sebulan penuh, kita akan dengan gembira menyambut Lebaran. Saudara dari jauh berdatangan dan berkumpul di kampung. Selalu ada yang berbeda setiap kali Lebaran datang. Si eneng sudah punya momongan, si ninong sudah lulus sekolah, si nunung sudah menikah, dan seribu satu cerita dari keluarga, kerabat, dan teman-teman. Lebaran, saling menyapa, bersilaturahmi, dan saling memaafkan, seolah melebur segala dosa yang kita lakukan selama ini. Memang sekarang ini sudah ada media sosial yang bisa dipakai untuk berkomunikasi, namun bertemu secara langsung tidak akan tergantikan. Pada saat Lebaran itu pulalah, kita sejenak melupakan kesibukan sehari-hari yang seolah tiada habis, melupakan keegoan kita, dan sejenak mengingat jejak perjalanan hidup yang kita jalani dari masa anak-anak hingga menginjak dewasa. Tidak lupa, kita bersujud dan mencium orang tua kita yang masih ada dan mendoakan orang tua kita yang telah tiada. Bulan puasa dan Lebaran adalah momen paling syahdu sepanjang tahun. Selamat berpuasa dan berlebaran.
Ilustrasi foto www.rukunislam.com
penulis pegiat Langit Tobo dan Kampung Ilmu Bojonegoro