Menunggu Luna Maya
Senin, 29 Agustus 2016 11:00 WIBOleh Muhammad Roqib *)
*Oleh Muhammad Roqib
Suatu hari di Jakarta tahun 2009
Setiap sore, sehabis liputan seharian, kami bertiga, saya, Eko Lampung dan Azis Makassar, tidak langsung masuk kantor terus mengetik berita.
Kami bertiga, anak anak kampung, memilih nongkrong dulu, dekat parkiran di bawah gedung pencakar langit di Kebon Jeruk. Kami suka melihat lihat langit, gedung gedung yang menjulang, orang orang yang sibuk, berjalan cepat cepat, seolah tidak ada waktu yang terbuang percuma.
Kami berbeda, kami menikmati saat saat santai, sebelum jam jam genting, deadline yang membuat deg degan. Eko dan Azis, si Lampung dan Makassar ini, meskipun asalnya beda, kami merasa cocok. Eko dan Azis, gayanya memang agak kasar, ceplas ceplos, tapi tidak ada basa basi, seperti orang Jawa kebanyakan.
Kami selalu menunggu, ya menunggu seseorang keluar dari gedung itu. Sepertu halnya sore itu.
"Itu dia, itu dia sudah nongol," bisik Eko sambil matanya menatap tajam yang dia tunjukkan.
"Alamaaaak, seperti bidadari turun dari langit, cuaantik sekali," ujar Azis sambil melongo.
Aku pun melongo, seperti hilang kesadaran dalam beberapa menit, surga rupanya sudah bocor, sehingga menurunkan perempuan secantik itu, pikirku.
Tubuhnya semampai, rambutnya terurai ditingkahi angin, dan dia memakai kaca mata hitam.
"Cantik sekali Luna Maya ini, lebih cantik ketimbang kalau lihat di teve," ucap Azis sambil matanya tak berkedip sekajap pun.
Tahu kami bertiga hanya memandanginya, Luna Maya lalu menyapa kami bertiga.
"Hai,"
Kami pun serentak membalas, "haai jugaa," tapi kami cuma berdiri saja, sambil melongo.
Tak seberapa lama, Luna Maya masuk mobil dan langsung tancap gas meninggalkan parkiran.
Setiap sore, Luna Maya sering di kantor Kebon Jeruk itu, ada salah satu program acara teve yang diisinya. Dan, kami bertiga selalu menunggu di parkiran itu, cuma sekedar ingin melihat dia lewat.
Setelah girang bertemu Luna, kami pun bersemangat masuk ke kantor, mulai rutinitas memelototi layar komputer.
"Besok, saya mau kenalan sama luna maya, mau minta tanda tangan," ujar Azis, di sela mengetik berita.
"Emangya kamu punya keberanian Zis, setiap kali ketemu, kamu cuma terpaku," ujar Eko menimpali Azis.
"Besok lihat saja, saya pasti berani," ujar Azis.
Keesokan harinya, usai berjibaku liputan di Kota Jakarta, sore harinya kami menunggu di parkiran itu lagi.
Kami menunggu dengan harap harap cemas, semoga luna keluar dari gedung itu dan menyapa kami lagi. Tapi, setelah ditunggu, Luna tak kunjung keluar.
Beberapa saat kemudian, seseorang muncul dari gedung itu, tapi tubuhnya mungil dan selalu tersenyum.
"Haai kalian, apa kabar," artis itu menyapa kami.
"Kabarnya baik Bang Daus," ujar kami menimpali.
Rupanya, sore itu Luna Maya tidak datang di acara teve, dia digantikan oleh Daus mini.
Alamaaak, niat Azis ingin kenalan dengan luna, sore itu pupus.