Dugaan Penyelewengan Bantuan RTLH
Pekerjaan Molor, Karena Ada Perbedaan Permintaan Material
Selasa, 16 Februari 2016 12:00 WIBOleh Linda Estiyanti
Oleh Linda Estiyanti
Kota - Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Bojonegoro, mendapat sorotan Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos) Kabupaten Bojonegoro. Pasalnya, muncul dugaan program itu berjalan menyimpang dari petunjuk teknis dan pelaksanaan program.
Untuk memperjelas persoalan tersebut, Senin (15/02) malam, Kepala Disnakertransos Adie Witjaksono mendatangi Kantor Kelurahan Kepatihan, Jalan Dr Wahidin, Kota Bojonegoro. Kedatangannya itu bertujuan mengadakan pertemuan dengan warga penerima bantuan bedah rumah RTLH dan Lurah Kepatihan guna membicarakan adanya dugaan penyimpangan program bedah rumah itu.
Baca berita: Disnakertransos Menduga Ada Penyelewengan Pembangunan RTLH Kepatihan
Dalam pertemuan malam itu, Lurah Kepatihan Cahyo Widodo, menuturkan, sebelumnya 10 Kepala Keluarga (KK) di wilayahnya terpilih sebagai penerima bantuan pembangunan RTLH atau bedah rumah. Para penerima bantuan tersebut diambilkan dari warga kategori tidak mampu yang mempunyai rumah tidak layak huni.
"Setiap KK diberikan bantuan senilai Rp 10 juta. Bantuan tersebut tidak boleh dirupakan dalam bentuk uang, melainkan harus dalam bentuk material," ujarnya.
Di hadapan Kepala Disnakertransos dan warga, Cahyo menjelaskan, sejak diterimanya pengajuan, bantuan bedah rumah itu sepenuhnya diserahkan kepada Budi (30), selaku Ketua Kelompok Pembangunan RTLH Kepatihan. Dana bantuan langsung ditransfer ke rekening Ketua Kelompok, sehingga pihaknya hanya memfasilitasi kebutuhan dan masukan dari warga.
"Semuanya berjalan baik dan sesuai peruntukkannya, namun ada masalah dalam pengerjaan," tandas Cahyo.
Cahyo melanjutkan, dari 10 penerima bantuan bedah rumah, saat ini hanya ada 2 rumah yang dianggap sesuai petunjuk teknis dan pelaksanaan program. Sementara, 8 penerima lainnya masih belum sesuai. Bahkan ada satu rumah sasaran justru ambruk setelah direnovasi.
"Rumah yang ambruk tersebut karena pondasinya memang sudah keropos sehingga diambrukkan lagi. Dalam pengerjaan juga terjadi perbedaan permintaan material dari KK penerima. Ini yang menjadikan hasilnya tidak seragam, sebab ada warga yang meminta kayu, keramik, besi, macam-macam, namun belum semua terpasang," terangnya.
Penjelasan Lurah Kepatihan tersebut juga diamini oleh Budi, selaku Ketua Kelompok Pembangangunan RTLH Kepatihan. Budi menuturkan, dengan beragamnya permintaan warga, pihaknya sebagai penanggung jawab pendistribusian bantuan merasa kesulitan dalam pengerjaan. Sementara bantuan material yang diterimakan juga tidak penuh Rp 10 juta, karena ada yang dipotong untuk ongkos jasa tukang. Tidak semua penerima bantuan bisa mengerjakan renovasi sendiri.
"Karena waktu untuk mengirim SPJ ke pihak Disnakertransos juga sangat mepet. Sebenarnya saya juga takut, karena semuanya bermuara di saya. Tetapi saat ini, SPJ sudah dibawa pihak kelurahan," ungkap Budi di hadapan Kepala Disnakertransos.
Menanggapi penjelasan tersebut, Kepala Disnakertransos Adie Witjaksono, memaklumi molornya pengerjaan program tersebut. Pihaknya mengimbau kepada Ketua Kelompok agar segera menyelesaikan pengerjaan program pembangunan RTLH tersebut.
"Tugas Ketua Kelompok mengawal hingga pengerjaan selesai, bukan hanya mendistribusikan bantuan. Segera selesaikan pengerjaannya, material yang masih tergeletak agar segera dipasang," perintahnya.
Terkait target penyelesaian program RTLH ini, belum disepakati kapan waktu yang pasti. Namun semua peserta pertemuan berharap bisa segera tuntas bulan ini. Supaya ketika ada pemeriksaan dari pusat, semuanya benar-benar sesuai prosedur. (lyn/tap)