Pemkab Harus Bijak Biayai Program dan Proyek
Sabtu, 19 September 2015 10:00 WIBOleh Muhammad Roqib *)
*Oleh Muhammad Roqib
Saya terkejut mendengar kabar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro tidak sanggup membayar rekening listrik penerangan jalan umum (PJU) di Kecamatan Sekar dan sekitarnya. Bahkan, pihak PLN Area Caruban sampai memutus aliran listrik penerangan jalan umum di Sekar itu. Memang, secara geografis Kecamatan Sekar, Gondang, dan sekitarnya lebih dekat dengan Kota Caruban, Madiun, ketimbang dengan Kota Bojonegoro. Tidak heran kalau jaringan listrik di Sekar dan Gondang itu dialiri dari PLN Area Caruban.
Sebanyak 44 titik penerangan jalan umum di Sekar itu dimatikan. Entahlah, saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya kalau melintasi jalan umum di Sekar pada malam hari itu. Tetapi, saya membayangkan pasti akan bergelap-gelapan. Nubruk-nubruk. Suasananya seperti sebelum listrik masuk desa. Gelap.
Ternyata menurut Kepala Bagian Umum dan Keuangan Sekretariat Daerah (Sekda) Kabupaten Bojonegoro, Djuwana Purwiyanto, anggaran untuk PJU tahun ini sebesar Rp9,2 miliar. Anggaran itu diperkirakan cukup untuk membayar listrik sampai sepuluh bulan. Tapi ternyata hanya cukup untuk membayar listrik sampai Juli 2015. Jadi praktis sejak Agustus lalu Pemkab Bojonegoro sudah tidak punya duit untuk membayar penerangan jalan umum. Bukan hanya untuk PLN Area Caruban saja melainkan juga untuk PLN Area Bojonegoro dan PLN Area Cepu. Alamaak. Kalau tidak sanggup membayar tagihan listrik itu, warga Kota Bojonegoro juga harus siap bergelap-gelapan saat melintas di jalan raya.
Agar jalan umum di Sekar terang lagi, Pemkab Bojonegoro mengajukan tambahan dana sekitar Rp7,5 miliar pada Perubahan APBD Bojonegoro 2015. Dana itu diperkirakan cukup untuk biaya listrik penerangan jalan umum di wilayah Bojonegoro sampai akhir tahun.
Bukan hanya tagihan listrik untuk penerangan jalan umum saja yang tidak terbayar, melainkan sejumlah program dan proyek di Bojonegoro tahun ini juga terancam tidak terbayar. Seperti misalnya pencairan alokasi dana desa (ADD) tahap tiga, pembayaran jaminan kesehatan daerah (Jamkesda), dan penyaluran air bersih di daerah rawan kekeringan. Sejumlah proyek seperti misalnya rencana pembangunan jembatan Trucuk-Bojonegoro juga terpaksa ditunda.
Di sisi lain, pembahasan kebijakan umum anggaran dan plafon prioritas anggaran sementara (KUA PPAS) juga berjalan alot. Tim anggaran Pemkab Bojonegoro dengan badan anggaran DPRD Bojonegoro masih memilih dan memilah mana saja proyek dan program yang penting dan mendesak untuk dibiayai dan mana saja yang bisa ditunda. Sejumlah belanja daerah ditinjau ulang.
Kini semua pihak seolah terpaksa mengencangkan ikat pinggang. Irit dan tepat sasaran menggunakan anggaran. Semuanya berawal dari jebloknya penerimaan daerah Bojonegoro terutama dari dana bagi hasil minyak dan gas bumi (migas). Harga jual minyak mentah di pasaran turun dari 60 dolar per barel menjadi 40 dolar per barel. Dampaknya, daerah penghasil minyak seperti Bojonegoro langsung terkena imbasnya. Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar juga merosot.
Dari sisi penerimaan, total pendapatan dalam APBD induk tahun 2015 ini masih cukup besar yakni sekitar Rp2,948 triliun. Namun, penerimaan dari dana bagi hasil migas yang semula dipatok sekitar Rp1,2 triliun ternyata jeblok hanya di kisaran Rp420 miliar. Sebenarnya, kemampuan APBD Bojonegoro bisa tertolong apabila sejumlah badan usaha milik daerah (BUMD) memberi pemasukan yang signifikan. Tetapi, ternyata BUMD juga setorannya kecil sekali ke kas daerah.
BUMD PT Bojonegoro Bangun Sarana (BBS) misalnya hanya memberi pemasukan sebesar Rp500 juta, padahal sebelumnya bisa mencapai Rp2,9 miliar. Selain itu, PD Pasar yang mempunyai aset senilai Rp40 miliar hanya memberi pemasukan ke kas daerah Rp99 juta dan Hotel Griya Dharma Kusuma (GDK) yang memberi pemasukan ke kas daerah Rp133 juta.
Kondisi seperti ini sudah menjadi risiko bagi daerah penghasil minyak seperti Bojonegoro. Kondisi ini pernah terjadi pada 2009 lalu, tetapi sepertinya tidak separah tahun ini. Pemkab Bojonegoro kini harus bijak dengan kondisi keuangan yang empot-empotan seperti ini. Termasuk juga harus bijak menggunakan duit yang ada untuk perayaan Hari Jadi Bojonegoro ke-338 tahun ini. Jangan sampai usai perayaan hari jadi, Pemkab Bojonegoro malah tidak punya duit untuk membayar listrik atau membayar Jamkesda. Salam.
Ilustrasi fordebatam.com