Dewan Pers : Setiap Tahun Ada 600 Aduan Terkait Masalah Pers
Selasa, 12 Desember 2017 12:00 WIBOleh Muhammad Roqib
Oleh Muhammad Roqib
Semarang – Anggota Dewan Pers, Ahmad Djauhar, mengungkapkan, setiap tahun sedikitnya ada 600 pengaduan terkait masalah sengketa pers ke Dewan Pers. Pengaduan yang paling banyak yakni mengenai pencemaran nama baik dan kasus asusila.
Hal itu diungkapkan Ahmad Djauhar saat menyampaikan materi Tugas Pokok dan Fungsi Dewan Pers serta Kompetensi Wartawan Era Konvergensi dalam Lokakarya Jurnalistik tentang Migas yang diselenggarakan di Pondok Panorama, Umbul Sidomukti, Semarang, Jawa Tengah, Senin (11/12/2017).
Lokakarya jurnalistik ini diikuti oleh jurnalis dari wilayah Bojonegoro, Blora, dan Tuban. Mereka menjadi peserta lomba menulis yang diselenggarakan oleh ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) bekerjasama dengan Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS).
Menurut Ahmad Djauhar, tantangan yang dihadapi kalangan pers profesional di era digital ini lebih pelik bila dibandingkan dengan masa sebelumnya. Pada masa lalu, kata dia, seperti masa Orde Baru kehidupan pers dikekang dan dibungkam.
“Pada masa itu Dewan Pers ada tetapi fungsinya seperti hanya tukang stempel kebijakan dari pemerintah. Tetapi sejak masa Reformasi, pada masa Presiden Habibie, kehidupan pers yang bebas dibuka dengan adanya Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” ujarnya.
Sekarang ini, kata dia, Dewan Pers diberi keleluasan untuk mengurusi kehidupan pers. Namun, kata dia, Dewan Pers masih terbatas kemampuannya untuk menjangkau sampai di daerah. Oleh karena itu, Dewan Pers bekerjasama dengan organisasi profesi pers untuk mengurusi dan menangani masalah pers.
Sementara itu, Priyombodo dari LPDS, menyampaikan materi tentang Manajemen Konvergensi Multimedia Massa. Ia mengungkapkan, perkembangan pers begitu cepat dan pesat. Ada media yang bisa bertahan dan ada pula yang hilang ditelan perubahan.
“Media yang bertahan adalah yang mampu beradaptasi dengan perubahan yang pesat ini, menjaga kepercayaan publik, dan memanfaatkan teknologi informasi yang berkembang,” urainya.
Ia mencontohkan beberapa media surat kabar, radio, televisi, hingga media siber yang mampu bertahan dengan perkembangan yang terjadi. Namun, banyak pula media yang akhirnya hilang karena tidak tanggap terhadap perubahan.
Selanjutnya, Enny Nuraheni, mantan fotografer Reuter, berbagi ilmu dan pengalaman mengenai Fotografi Jurnalistik Praktis. Ia berbagi ilmu dan pengalamannya selama puluhan tahun menjadi fotografer profesional di luar negeri.
Di akhir acara, akan dilakukan simulasi karya jurnalistik peserta yang mengikuti lomba menulis dan pengumuman pemenang lomba menulis.
Perwakilan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) Rexy Mawardijaya, mengungkapkan, pihaknya mendukung upaya peningkatan kapasitas jurnalis di wilayah Bojonegoro, Blora, dan Tuban. Ia berharap kegiatan ini bisa terus berkelanjutan dan memberikan dampak positif bagi kalangan jurnalis. (kik)