Menikmati Makanan Ala Anak Pondok
Sabtu, 18 Juni 2016 09:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
TIDAK terhitung berapa kali ajang kumpul bersama yang diiringi makan bersama. Makanan yang khas ini dimasak khusus oleh Chef Tohir, kepala suku komunitas literasi Atas angin. Termasuk juga hari ini, di kontrakan yang terletak di Gang Cendrawasih, Kota Bojonegoro paling ujung. Acara utamanya adalah tadarus cerpen dilanjutkan dengan buka bersama.
Jangan membayangkan buka bersama kami adalah makan makanan mewah macam KFC atau mi pedas berlevel atau lalapan. Sama sekali bukan. Jenis makanan yang sering kami santap hasil olahan Chef Tohir sangatlah unik dan khas. Karena tidak memiliki nama dan terlebih lagi cara masaknya kreatif.
Menu spesial kali ini, katanya dia akan memasak sayur lodeh ditambah ikan panggang. Aku pesan es blewah. Awalnya dia sedikit menggerutu karena tidak tahu harus dimana membeli blewah tersebut. Namun diiyakan juga permintaanku.
Aku tidak tega untuk menyebutkan bahwa dapur di kontrakan jauh dari bersih. walaupun masih layak untuk digunakan. Chef Tohir hobi memasak, dia pernah mengikuti kompetisi memasak di kampungnya. Dan dia memperoleh juara dua. Bayangkan, dia melawan ibu-ibu lho!
Aku membeli gorengan, dan Ikal membawa sayur sop, pelas, dan peyek dengan porsi untuk satu orang. Dan Chef Tohir pun mengeluarkan belanjaannya. Di sana ada buncis, kolbis, sawi putih, sledri, wortel. Ada juga santan, garam, terong. Dia berganti haluan dari sayur lodeh menjadi sop, melihat Ikal membawa sayur sop.
Setelah semuannya makanan siap. Nasi ditumpahkan di atas nampan bundar berwarna hijau. Sedangkan sayur sopnya ditaruh di baskom plastik. Tidak ada sendok satupun saat itu. Padahal ada lima orang yang hadir di sana.
Diputuskan bahwa sayur sop hanya diambil isinya, dan semua lauk itu dituang di atas nasi. Dan mereka pun duduk melingkar menikmati makanan. Saling beradu kepala dan tangan. Persis seperti makan saat di pondok, kata mereka.
Pernah seorang kawan bercerita kalau di pondok, mereka makan seadanya dan tentu saja rebutan. Mereka tidak pernah pilih-pilih makanan, asal bisa dimakan, pasti dilahap semuanya. Belum lagi semua makanan dijadikan satu wadah, dan mereka akan mengelilinginya dan mulai makan bersama-sama. Tentu saja persaingan siapa yang paling cepat menguyah dan mengambil makanan paling cepat yang akan lebih kenyang.
Aku tidak pernah di pondok, tentu saja. Tetapi sepertinya aku bisa melihat betapa antusias mereka dalam menghabiskan makanan itu. Padahal aku memakan empat gorengan saja sudah cukup. Muluk, istilahnya. Yaitu makan langsung dengan tangan. Dan hanya beberapa menit saja semua makanan di nampan itu habis tanpa tersisa.
Begitulah tiap kali Chef Tohir memasak. Kalian akan menikmati makanan spesial dari Chef Tohir. Dengan disajikan di atas nampan, atau baskom atau piring plastik. Tidak akan dijumpai potongan yang rapi pada sayurannya. Tapi disuir-suir seadannya. Atau nama masakannya, karena tidak jelas bagaimana cara dan bahan apa saja yang digunakannya. Namun rasanya dipastikan cocok. Cocok untuk orang yang seharian menahan lapar dan dahaga. (ver/kik)
*) Foto makan kembulan model santri salaf