Pentingnya Mitigasi Bencana
Minggu, 08 November 2015 16:00 WIBOleh Imam Nurcahyo
Memasuki musim penghujan di akhir tahun 2015 ini, sudah selayaknya masyarakat mulai meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan.
Menurut pengalaman tahun-tahun lalu, setiap musim penghujan selalu diikuti kemungkinan datangnya ancaman bencana. Sebut saja, mewabahnya penyakit demam berdarah dan chikungunnya, terjangan angin kencang atau puting beliung, tanah longsor, banjir bandang, banjir luapan atau banjir genangan kota, dan banjir Sungai Bengawan Solo.
Bencana di atas bisa sewaktu-waktu bisa datang. Ada bencana yang datang tanpa bisa diprediksi, ada pula yang bisa diprediksi. Yang namanya bencana, kalau waktunya melanda, bisa membawa kerugian tidak sedikit. Karena itu, sudah sewajarnya bagi masyarakat dan pemangku kepentingan di Kabupaten Bojonegoro memilih langkah cerdas untuk sama-sama melakukan "mitigasi bencana".
Pengertian Mitigasi Bencana
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, dikenal istilah "mitigasi" yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (mitigasi fisik dan mitigasi non fisik).
Kabupaten Bojonegoro memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, yang memungkinkan terjadinya bencana. Secara umum, bencana dapat terjadi di mana saja dan kapan saja di seluruh wilayah Kabupaten Bojonegoro.
Paling tidak ada sembilan jenis ancaman becana yang setiap saat mengancam Kabupaten Bojonegoro. Di antaranya, Banjir Bengawan Solo, Banjir Bandang, Banjir Genangan atau Luapan, Tanah Longsor, Angin Kencang atau Angin Puting Beliung, Kekeringan, Kebakaran Hutan dan Pemukiman, Kegagalan Industri (Tekhnologi), dan bencana lainya.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di wilayah “rawan bencana” merupakan pihak pertama yang paling rentan dan paling berpotensi terhadap “risiko bencana” (korban jiwa manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, dan dampak psikologis).
Sedangkan untuk masyarakat yang tinggal di wilayah yang relatif aman dari ancaman bencana, ketika terjadi bencana sangat dimungkinkan aktivitasnya akan terganggu.
Karena itu penting bagi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana, diberikan penyadaran akan adanya ancama bencana, dengan cara diberikan pendidikan, pelatihan, dan peningkatan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar mereka memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk mengenali ancaman bencana di wilayahnya, serta mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas, demi mengurangi risiko bencana.
Sedangkan untuk masyarakat yang tinggal di wilayah yang relatif lebih aman dari ancaman bencana, dengan diberikan penyadaran akan adanya ancama bencana, sebagaimana tersebut di atas, diharapkan akan dapat mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan, sekaligus dapat memberikan pertolongan terhadap saudara-saudara yang sedang tertimpa bencana.
Seberapa pentingkah Mitigasi Bencana ?
Berdasarkan data kejadian bencana di Kabupaten Bojonegoro, setiap tahun masih terus saja terjadi jatuhnya korban jiwa manusia, di antaranya korban kebakaran dan korban tenggelam (di Sungai Bengawan Solo, sungai, waduk atau embung).
Jatuhnya korban tenggelam, khususnya yang terjadi di Bengawan Solo, bukan hanya terjadi saat Bengawan Solo meluap cukup besar, akan tetapi tidak jarang terjadi elevasi ketika tinggi muka air (TMA) Bengawan Solo pada status normal atau bahkan saat musim kemarau.
Hal ini membuktikan bahwa kapasitas masayarakat, khususnya yang tinggal di wilayah rawan bencana, masih relatif rendah dalam menghadapi ancaman bencana.
Selain itu kesadaran masyarakat akan adanya ancama bencana dan upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan, serta kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana, yang bertujuan untuk mengurangi risiko bencana, belum menjadi budaya hidup sehari-hari.
Dengan demikian, mitigasi becana, sangatlah penting dalam rangka pengelolaan dan penanggulangan bencana, khususnya untuk mengurangi risiko korban bencana.
Mitigasi Bencana melalui Kurikulum Sekolah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Salah satu hal terpenting yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan, yang antara lain dengan pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana.
Sudah seharusnya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, harus diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang sistemik dan berkelanjutan, yang di dalamnya mengandung unsur penyadaran akan adanya ancama bencana, upaya-upaya pencegahan bencana, kesiapsiagaan, dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana, yang bertujuan untuk mengurangi risiko bencana (mitigasi non fisik).
Adapun media yang memenuhi persyaratan sebagai-mana tersebut di atas (sistemik dan berkelanjutan) salah satunya melalui jalur pendidikan (formal maupun non formal).
Dan untuk implementasinya dapat dirumuskan dalam bentuk mata pelajaran atau kurikulum mitigasi bencana, untuk semua jenjang pendidikan di Kabupaten Bojonegoro.
Kurikulum atau mata pelajaran mitigasi bencana tersebut berisikan materi pembelajaran yang mengandung unsur penyadaran akan adanya ancama bencana, upaya-upaya pencegahan bencana, kesiapsiagaan, dan peningkatan kemampuan anak-anak usia sekolah, dalam menghadapi ancaman bencana.
Dengan adanya mata pelajaran mitigasi bencana untuk semua jenjang pendidikan di Kabupaten Bojonegoro, diharapkan setiap anak usia sekolah telah memahami dan mengetahui apa yang harus dilakukan ketika tidak terjadi bencana, saat terjadi bencana, maupun saat setelah terjadi bencana, yang tujuan akhirnya adalah untuk mengurangi risiko bencana.
Ketika tidak terjadi bencana, anak-anak akan senantiasa memiliki kesadaran bahwa ancaman bencana sewaktu-waktu dapat muncul. Bencana apa yang sedang mengancam dan yang akan terjadi, apa saja penyebabnya, kapan bencana diperkirakan akan datang, di mana informasi tentang bencana dapat diperoleh, ke mana harus melaporkan jika ada kejadian bencana, dan lain-lain, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak-anak akan terbiasa melakukan upaya-upaya pencegahan sekaligus telah melakukan kesiap-siagaan.
Ketika terjadi bencana, dengan telah memiliki kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana, anak-anak telah memahami dan mengetahui apa yang harus dilakukan ketika bencana datang, ke tempat mana mereka harus menyelamatkan diri, paling tidak untuk diri mereka sendiri, syukur-syukur dapat membantu penyelamatan teman atau sanak saudara yang lain. Dan jika harus mengungsi, di mana letak tempat pengungsian yang telah disediakan, serta apa yang harus dilakukan ketika berada di tempat evakuasi sementara atau tenda pengungsian.
Demikian juga apa-apa yang harus dilakukan saat setelah terjadi bencana, semuanya telah mereka dapatkan di bangku sekolah masing-masing.
Upaya Mitigasi Bencana di Bojonegoro
Mencermati Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RPJP) Kabupaten Bojonegoro (2014-2019), bahwa “bencana” merupakan salah satu permasalahan atau kelemahan dalam pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Bojonegoro. Sehingga Arah Kebijakan Pembangunan Tahunan berdasarkan RPJP Kabupaten Bojonegoro pada Tahun 2014, difokuskan untuk pemenuhan SPM (Standar Pelayanan Minimal) dan upaya menangani permasalahan pembangunan menahun dan mendesak, yaitu banjir, kekeringan dan konektivitas antar wilayah.
Sedangkan untuk tahun 2015, difokuskan pada Pemenuhan SPM (Standar Pelayanan Minimal) dan penanganan permasalahan yang mendesak seperti banjir, kekeringan, dan konektivitas antar wilayah tetap dilanjutkan dengan konsisten, serta tetap meningkatkan pelayanan masyarakat dengan meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan.
Arah Kebijakan Pembangunan Tahunan tersebut dituangkan dalam Kebijakan Umum Pembangunan, yaitu penanganan banjir, kekeringan, tanah longsor, dan anomali iklim melalui pengelolaan sistem air terpadu dengan pembangunan waduk, bendung gerak, embung, resapan biopori, pompanisasi, normalisasi sungai, dan drainase kota, serta peningkatan kerja-sama lintas satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Dalam hal ini Pemkab Bojonegoro telah melakukan perencanaan pembangunan yang sangat peduli terhadap penanggulangan bencana. Namun, kebijakan umum perencanaan pembangunan tersebut di atas masih diprioritaskan pada pembangunan infrastruktur atau mitigasi fisik. Sedangkan untuk mitigasi non fisik (penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana) belum menjadi prioritas.
Bahwa telah diamanatkan oleh Undang-undang Noomor 24 Tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana. Pasal 26 ayat (1) huruf b disebutkan “Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana”.
Selanjutnya Kabupaten Bojonegoro juga telah menerbitkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 7 Tahun 2012, tentang Penanggulangan Bencana. Pada Pasal 7 ayat (1) huruf e disebutkan “Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana”.
Pada Pasal 11 ayat (1) juga disebutkan “Hak mendapatkan pendidikan, pelatihan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan formal dan non formal di semua jenjang pendidikan di Kabupaten Bojonegoro”.
Dan pada Pasal 11 ayat (2) berbunyi “Kegiatan Pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) dirumuskan dalam materi pelajaran dan atau kurikulum sekolah oleh Pemerintah Daerah”.
Dari kedua regulasi tersebut diatas cukup jelas bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro wajib merusumuskan materi pelajaran atau kurikulum sekolah tentang Mitigasi Bencana.
Semoga harapan ini segera terwujud. (*)
Ilustrasi foto: banjir (foto dari tempo.co)