Minat Menulis Mahasiswa Bojonegoro Masih Rendah
Sabtu, 05 September 2015 08:00 WIBOleh Mujamil E. Wahyudi *)
*Oleh Mujamil E Wahyudi
Menulis sangatlah penting untuk dilakukan oleh setiap orang. Setiap orang perlu melakukan komunikasi dengan menulis. Menulis dapat dibagi menjadi beberapa jenis seperti menulis surat, menulis karangan atau menulis karya tulis ilmiah. Menulis karya ilmiah diperlukan untuk menyampaikan suatu hasil kajian atau penelitian.
Sebab, mahasiswa di Bojonegoro kini lagi disibukkan menulis laporan praktikum, jurnal, makalah, hingga skripsi sebagai bentuk penyampaian informasi tentang adanya penelitian atau hasil kajian yang telah mereka buat. Ide atau gagasan tentang sebuah topik tersebut baru tersusun dalam bentuk karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah haruslah memuat data dan fakta yang diungkap dari hasil penelitian, pengamatan dan peninjauan.
Ada beberapa aspek yang membuat para mahasiswa itu tidak begitu memahami bagaimana menyusun penulisan karya ilmiah yang benar dan sistematis. Aspek tersebut di antaranya adalah rendahnya kelompok diskusi, rendahnya karya tulis yang terekspose, rendahnya motivasi dari dalam diri, dan rendahnya jumlah kunjungan mahasiswa ke perpustakaan, padahal faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan mahasiswa dalam menyusun karya ilmiah.
Di dalam kampus sendiri memang terdapat beberapa forum diskusi, namun jumlah anggota mereka tidak begitu banyak, sehingga hal tersebut dapat membuktikan minat mahasiswa dalam melakukan upaya pengembangan diri masih tergolong meresahkan. Padahal dengan mengikuti forum diskusi mahasiswa dapat memperoleh berbagai pengetahuan sehingga dapat saling bertukar pikiran dan memunculkan ide-ide segar dalam pikiran mereka.
Kurangnya karya-karya ilmiah para mahasiswa yang terekspose mengakibatkan para mahasiswa seakan merasa bahwa kalaupun mereka mendalami bagaimana cara membuat karya ilmiah yang baik, sistematis, dan mudah dimengerti terasa sia-sia. Sehingga mereka berpikir hal-hal tersebut tidaklah terlalu penting untuk dipelajari, namun dalam kenyataanya tugas yang diberikan dosen pengajar pada umumnya membuat mereka harus benar-benar memahami cara menulis yang baik dan benar.
Tidaklah sedikit mahasiswa di Bojonegoro yang merasa enggan untuk menulis. Hal ini yang sebenarnya menjadi masalah utama, sebab mereka telah mensugesti diri sendiri bahwa mereka tidak dapat menulis dan tidak akan bisa menulis. Perasaan seperti inilah yang seharusnya disingkirkan dari pikiran seorang mahasiswa Jonegoro sejati. Pada dasarnya memang tidaklah ada sesuatu yang tidak bisa dilakukan dan dipelajari, kalau memang ada niatan dari dalam hati untuk bergerak lebih maju dan mulai membuat perubahan-perubahan yang dimulai dari dalam diri sendiri terlebih dahulu, sebelum melakukan hal yang benar-benar nyata. Selain itu apabila mereka telah menanamkan rasa enggan tersebut maka sampai kapanpun juga ia tidak akan bisa menulis.
Menurut Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Attanwir Jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI), M. Hestu Widiastana, jika dilihat dari psikologi manusia, apabila hati dan pikiran mulai berkata “tidak” maka apapun yang terjadi jawabannya tetaplah “tidak”. Sebagian besar orang menganggap bahwa kemampuan menulis ilmiah di kalangan mahasiswa masih rendah. Hal itu dibuktikan oleh sedikitnya karya ilmiah mahasiswa Indonesia yang diterima di ranah internasional bila dibandingkan dengan negara maju lain di dunia atau bahkan di Asia Tenggara.
“Rendahnya kemampuan mahasiswa Bojonegoro dalam menulis ilmiah disebabkan karena kurangnya minat membaca mahasiswa. Kedua kegiatan ini saling mempengaruhi. Membaca itu referensi untuk menulis. Bagaimana bisa seseorang menulis jika tidak suka membaca. Kan begitu,” ujar aktivis PMII Attanwir itu.
Sementara itu, mahasiswa Bojonegoro Jurusan Ekonomi Syari’ah, Muhammad Abdul Ghofur menambahkan mustahil seseorang bisa menulis kalau yang bersangkutan tidak suka membaca karena kedua kegiatan saling beriringan. Perbandingan dapat dilakukan dengan pengamatan di tempat-tempat umum seperti stasiun, terminal dan di dalam kendaraan umum. Masyarakat atau mahasiswa di negara-negara maju seperti Jepang dan Inggris menggunakan waktu senggang yang mereka miliki untuk membaca.
“Mereka selalu membawa buku saku hingga buku besar untuk dibaca di tempat umum. Di Indonesia dan khususnya di Bojonegoro, pada tempat-tempat tersebut terjadi sesuatu yang sangat berbeda. Mereka jarang yang menghabiskan waktu luang dengan membaca buku seperti di negara maju lainnya. Mereka lebih suka mengobrol, bermain alat elektronik, bahkan tidur. Namun, ada juga beberapa orang yang masih membaca koran,” ungkapnya.
Adapun faktor lain penyebab rendahnya kemampuan menulis karya ilmiah juga dipengaruhi oleh kurangnya pengakuan dari pemerintah terhadap karya tulis mahasiswa di Bojonegoro yang berkualitas. Hal itu membuat mahasiswa berpikir untuk apa susah-susah membuat karya tulis yang baik, toh dari pemerintah tidak ada penghargaan, hanya buang-buang waktu saja. Hendaknya pemerintah bisa memberikan apresiasi lebih kepada mahasiswa yang mempunyai karya tulis ilmiyah dari hasil penelitiannya.
*Penulis jurnalis BBC dan juga mahasiswa STAI Attanwir
Foto ilustrasi www.ekaiva.com